MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Siapapun yang menjalankan usaha tentu
telah melaksanakan serangkaian kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan menilai
keberhasilan serta kegagalan usahanya. Disadari atau tidak, mereka telah
menempuh proses manajemen. Akan tetapi, alangkah lebih baik apabila dalam
praktik usahanya, mereka menerapkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu
manajemen, tentu usahanya akan lebih terarah dan lebih mencapai tujuan.
Ilmu manajemen apabila dipelajari
secara komprehensif dan diterapkan secara konsisten memberikan arah yang jelas,
langkah yang teratur dan keberhasilan dan kegagalan dapat mudah dievaluasi
dengan benar, akurat dan lengkap sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran
bagi tindakan selanjutnya.
Organisasi pendidikan sebagai
lembaga yang bukan saja besar secara fisik, tetapi juga mengemban misi yang
besar dan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja memerlukan
manajemen yang profesional.
Dilakukan manajemen agar pelaksanaan
suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar,
akurat, dan lengkap, sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas
efektif dan efisien.
1.
Produktivitas
adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan
jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan
secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berupa jumlah tamatan dan
kuantitas input berupa julmah tenaga kerja dan sumberdaya selebihnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, dsb). Produktivitas dalam ukuran kualitas
tidak dapat diukur dengan uang, produktivitas ini digambarkan dari ketetapan
menggunakan metode atau cara kerja dan cara alat yang tersedia, sehingga volume
dan bahan kerja dapat diselesaikan dengan waktu yang tersedia, dan mendapat
respons positif dan bahkan pujian dari orang lain atas hasil kerjanya. Kajian
terhadap produktivitas secara lebih komprehensif adalah keluaran yang banyak
dan bermutu dari tiap-tiap fungsi atau peranan penyelenggaraan pendidikan.
2.
Kualitas
menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau
dikenakan kepada barang (products) atau jasa (services) tertentu
berdasarkan pertimbangan objektif atas bobot dan kinerjanya ( Pfeffer end
Coote, 1991).
3.
Evektivitas adalah
ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Etzioni (1964:1870) mengatakan bahwa
“keefektifan adalah derajat dimana organisasi mencapai tujuannya atau menurut
Sergiovani (1987;33) yaitu, “kesesuaian hasil yang dicapai organisasi dengan
tujuan”. Efektifitas institusi pendidikan terdiri dari dimensi manajemen dan
kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personil lainnya, siswa,
kurikulum, sarana-prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dengan
masyarakatnya, pengelolaan bidang khusus lainnya hasil nyatanya merujuk kepada
hasil yang diharapkan bahkan menunjukan kedekatan/kemiripan antara hasil nyata
dengan hasil yang diharapkan. Efektifitas dapat juga ditelaah dari: (1) masukan
yang merata; (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi; (3) ilmu dan keluaran
yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun.
4. Efisiensi
berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan
betul (doing thing right), sementara evektivitas adalah menyangkut
tujuan (doing the right things) atau efektifitas adalah perbandingan
antara rencana dengan tujuan yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada
perbandingan antara input/sumber daya dengan output. Suatu kegiatan dikatakan
efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan pengguanaan atau
pemakaian sumber daya yang minimal. Efisiensi pendidikan adalah bagaimana tujuan
itu dicapai dengan memiliki tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga, dan sarana.
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari school based management, adalah
suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk me-redisain pengelolaan sekolah
dengan memberikan kekuasaan kepada Kepala Sekolah dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, Kepala
Sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat.[1]
Manajemen
Berbasis Sekolah juga bertujuan merubah sistem pengambilan keputusan dengan
memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang
berkepentingan di tingkat lokal (local stakeholders).
Kesadaran
tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan
yang lebih baik dimasa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian
seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia
pendidikan.
Pendidikan
sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada
intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, serta merubah
perilaku, serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.[2]
Manajemen
Berbasis Sekolah bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat atau
local stakeholders mempunyai
keterlibatan yang tinggi adalah memberikan kerangka dasar bahwa setiap unsur
akan dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan
kesempatan pendidikan.
Menurut
Roger Scott (1994) MBS bertujuan memberikan peluang kepada guru dan kepala
sekolah mengelola sekolah menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi dan
rasa kepemilikan dan keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan.[3]
Prinsip
Manajemen
Douglas (1963:13-17) merumuskan
prinsip-prinsip manajemen pendidikan sebagai berikut:
1.
Memprioritaskan tujuan
di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja.
2.
Mengkoordinasikan
wewenang dan tanggung jawab.
3.
Memberikan tanggung
jawab pada personil sekolah, hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan
kemampuannya.
4.
Mengenal secara baik
faktor-faktor psikologis manusia.
5. Relatifitas
nilai-nilai.
Pengelolaan dan pengendalian seperti apa
yang kini dibutuhkan oleh sekolah ?Optimalisasi sumber-sumberdaya berkenaan
dengan pemberdayaan sekolah merupakan alternatif yang paling tepat untuk
mewujudkan suatu sekolah yang mandiri dan memiliki keunggulan tinggi. Pemberdayaan dimaksudkan untuk memberikan
otonomi yang lebih luas dalam memecahkan masalah di sekolah. Hal itu diperlukan suatu perubahan kebijakan
di bidang manajemen pendidikan dengan prinsip memberikan kewenangan dalam
pengelolaan dan pengambilan keputusan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masing-masing sekolah secara lokal.
Manajemen Berbasis Sekolah ini merupakan
upaya pengembangan gagasan dalam menyambut kebijakan pemerintah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi yang menempatkan kehadiran sekolah sebagai suatu
institusi pendidikan yang mandiri.
Pemahaman tentang MBS diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan, wawasan kepada para pengelola pendidikan dalam
upaya pemahaman pembudayaan dan peningkatan mutu serta pengendalian
sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah
dalam uraian ini disajikan melalui kacamata suatu model keterlibatan dan
partisipasi local stakehorders dalam
memperbaiki dan meningkatkan kinerja sekolah.[4]
Manajemen Berbasis Sekolah menawarkan
kebebasan kekuasaan yang besar pada sekolah namun tetap disertai seperangkat
tanggung jawab yang harus dipikul, yaitu sikap “accountability” dengan intensitas yang tinggi dalam menjamin
partisipasi sebagai unsur yang berkepentingan dengan sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk
reformasi pendidikan yang pada prinsipnya sekolah memperoleh kewajiban (resposibility), wewenang (authority), dan tanggung jawab (accountability) yang tinggi dalam
meningkatkan kinerja terhadap setiap stakeholders.[5]Menurut
Tony Bares (1998) mengemukakan sepuluh prinsip Manajemen sekolah, yakni:[6]
1.
Berfokus pada
pelanggan.
2.
Melakukan peningkatan
secara terus-menerus.
3.
Mengakui masalah secara
terbuka.
4.
Mempromosikan
keterbukaan.
5.
Menciptakan tim kerja.
6.
Memanajemen proyek
melalui tim fungsional silang.
7.
Memelihara proses
hubungan yang benar.
8.
Mengembangkan disiplin
pribadi.
9.
Memberikan informasi
pada semua karyawan.
10.
Memberikan wewenang
kepada setiap karyawan.
1.
Berfokus
pada pelanggan.
Fokus utama adalah
kualitas produk yang dihasilkan melalui masukan dan proses yang baik. Kualitaas
produk dalam hal ini adalah mutu keluaran institusi sekolah yang tercermin dari
prestasi akademik. Tujuannya adalah
kepuasan pelanggan yang lebih tinggi.
Pelanggan sekolah meliputi siswa, masyarakat, guru, kepala sekolah, dan
staf tata usaha.
2.
Melakukan
peningkatan secara terus-menerus.
Orientasinya meliputi:
1.
Peningkatan mutu guru
secara terus-menerus.
2.
Peningkatan kemampuan
dan keterampilan teknis ketatalaksanaan.
3.
Peningkatan kemampuan
dan keterampilan teknis tenaga teknisi.
4.
Peningkatan kemampuan
dan keterampilan teknis tenaga pustakawan.
5.
Peningkatan kemampuan
dan keterampilan teknis tenaga pengelola sumber belajar.
6.
Pembangunan kapasitas
untuk membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengelola sekolah.
7.
Perluasan usaha
pengembangan staf sekolah untuk mendorong makin tumbuhnya komunitas
profesional.
8.
Pelatihan yang
berkaitan dengan penganggaran, penjadwalan kurikulum, dan pembelajaran.
9.
Pelatihan manajemen
umum bagi staf. [7]
Suatu realiatas dan menjadi sifat alamiah kita
selaku masyarakat pendidik bahwa kalau sesuatu tugas bisa dilaksanakan dengan
sukses, kita mengalihkan perhatian pada sesuatu yang baru. Dalam sekolah,
keberhasilan bukanlah akhir dari suatu tugas, melainkan hanyalah satu langkah
maju sebelum mengambil langkah maju berikutnya. Jadi, tidak adahasil akhir
karena standar, desain, dan biaya pendidikan hari ini tidak akan memenuhi
berbagai kebutuhan di masa yang akan datang. Komunitas sekolah mengetahui bahwa
jauh lebih efektif dari segi waktu dan biaya kalau produk yang sudah ada
ditingkatkan kualitasnya dibandingkan setiap waktu harus memulai dari awal lagi
dengan selembar kertas kosong.
Dengan demikian,
berbagai kegiatan peningkatan mutu dan luaran sekolah direncanakan dan
dilaksanakan secara terus-menerus. Di dunia usaha, contoh hasil dari usaha ini
adalah mengalirnya barang-barang konsumsi elektronik “baru” yang memenuhi pasar
domestik dunia dalam kecepatan yang sangat mengesankan dan secara teratur
mengalir dari pabrik Jepang. Sesungguhnya,sedikit sekali diciptakan produk yang
benar-benar baru,sebagian besar merupakan produk lama yang ditingkatkan mutunya
untuk memenuhi selera dan anggaran masyarakat saat ini.Pendekatan ini terbukti
berhasil karena kita terpikat oleh banyaknya pilihan dan besarnya keinginan yang
bisa dipenuhi secara konstan. Dengan demikian,para manufaktur Jepang setiap
saat menikmati kesempatan pasar yang
baru.Bagi mereka biaya yang dikeluarkan untuk secara terus-menerus meningkatkan
produk-produk hari ini relatif minimal karena rendahnya biaya,banyaknya pilihan
yang bisa ditawarkan pada suatu waktu terus mengalir,disertai dengan pengetahuan
tentang berbagai produk baru. Artinya,para manufaktur Jepang memiliki kemampuan
untuk menghilangkan atau mengubah suatu peningkatan yang ternyata tidak
berhasil.
Kadang-kadang proses
meningkatkan dan menganalisis suatu produk secara teliti dan mendetail bisa
menghasilkan inovasi kelas dunia yang patut dikagumi. Walkman merek Sony adalah
hasil dari pertanyaan sederhana yang diajukan Akio Morita: cassette player
itu sebenarnya bisa seberapa lebih besar dibandingkan dengan cassette itu
sendiri? Morita memberikan jawabannya
pada kita dengan cara menggunakan teknologi yang sudah ada dan menyusun ulang
komponen-komponen untuk mewujudkan tujuannya. Kemudian, Morita bisa mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang baru. Namun,
ia telah meningkatkan kualitas walkman
asli, dan dalam tempo enam bulan model yang lebih baik yang bertujuan
menerapkan proses pengembangan yang sama untuk merancang miniature televisi.
Kecenderungan yang sama
dapat juga terjadi di lingkungan persekolahan. Animo masyarakat untuk menempuh
studi pada lembaga pendidikan tertentu akan meningkat jika lembaga itu mampu
“menggaransi” dengan persentase tinggi bahwa lulusannnya akan diterima pada
jenjang berikutnya atau akan segera diserap oleh dunia kerja. Sekolah yang
berhasil dengan capaian seperti ini bukanlah disebabkan karena mendesain
kurikulum yang berbeda secara signifikan dengan sekolah lain, melainkan pada
proses kreatif dan inovatif yang dilakukan oleh warga sekolah pada tingkat
praksis.
3.
Mengakui
masalah secara terbuka.
Dengan membangun kultur
yang tidak saling menyalahkan, seluruh warga dalam sekolah merasa bisa mengakui
kesalahan, menunjukan kelemahan dari prosesnya, dan meminta bantuan.
Keterbukaan warga sekolah dipertimbangkan sebagai kekuatan yang bisa
mengendalikan dan mengatasi berbagai
masalah dengan cepat, serta dengan sama cepatnya pula bisa mewujudkan berbagai
kesempatan. Dalam organisasi sekolah
yang tertutup, masalah atau kesempatan cenderung diatasi secara konspirasi atau
hanya ditangani oleh staf yang sudah saling akrab sehingga bisa dijamin
orang-orangnya akan tetap tutup mulut.
Namun, dengan isolasi warga sekolah semacam ini, ide-idenya juga akan
tetap sama-sama tertutup.
4.
Mempromosikan
keterbukaan.
Pengkotak-kotakan,
berebut wilayah melalui rayonisasi sekolah, berebut kepemilikan, dan membentuk
tembok pemisah sudah merupakan masalah biasa dalam manajemen sekolah yang masih
sangat tradisional. Tidak ada satupun dari sekolah tradisional ini
mempromosikan saling berbagi,fungsional silang, keterbukaan,dan kepemimpinan
yang tampak sebagai hal biasa dalam sekolah. Di sekolah ilmu pengetahuan adalah
untuk saling dibagikan dan hubungan komunikasi yang mendukungnya merupakan
sumber efisensi yang lebih besar .
5. Menciptakan Tim Kerja
Dalam sekolah,tim
kerja, seperti kelompok kerja guru,satuan tugas pengendali mutu (QC),dan
lain-lain adalah bahan bangunan dasar yang membentuk struktur organisasi
sekolah. Masing-masing warga sekolah secara individual memberikan sumbangan
berupa reputasi dan efisiensi, prestasi kerja, dan peningkatan. Tim memberikan
jabatan, status,dan identitas pada para anggotanya.Pertukaran penghargaan dua
arah antara tim dengan kepala sekolah sifatnya saling membantu satu sama lain
dalam meraih tujuan dan keuntungan pribadi. Melalui keikutsertaan warga sekolah
dalam tim yang mendukung (kerja sama tim, tim pengembang,terdiri dari para guru,
dan staf sekolah yang tergabung dengan sekolah mereka pada waktu yang sama,
siklus ini lanjutandari siklus kualitas dan tim-tim proyek fungsional silang),sekolah
mendapatkan keuntungan dari jaringan kerja komunitasnya. Kegiatan ini
melibatkan warga dalam kehidupan sekolah dan menanamkan rasa saling memiliki,tanggung
jawab kolektif,dan berorientasi pada institusi persekolahan. Kegiatan ini juga memperkuat keterbukaan,
saling berbagi,dan komunikasi .
Manfaat dari kegiatan
ini ada dua. Pertama,pengaruh antarsesama teman (dan kepemimpinan) bisa
memelihara disiplin untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun dibiarkan
mengganggu keseimbangan di dalam tim dan keharmonisan antartim.Kedua,setiap
orang diberi semangat untuk memanfaatkan pendidikan dan pelatihan guna
memastikan bahwa kontribusi pribadi menambah nilai pada hasil tim.
6. Memanajemeni Proyek
MelaluiTim Fungsional Silang
Sudah menjadi
persyaratan dalam organisasi sekolah bahwa
proyek peningkatan mutu,direncanakan dan dilaksanakan dengan menggunakan sumber
daya antar departemen atau fungsional silang,bahkan meskipun sumber daya yang
digunakan berasal dari luar sekolah. Aneka program pengembangan dan peningkatan
mutu sekolah menggunakan tim fungsional internal dalam berhubungan dengan tim
yang menangani kriteria masukan dan
sosok luaran masa depan dalam mendesain proses pendidikan untuk satu
atau beberapa jenis sekolah tertentu. Pendekatan ini dipengaruhi secara langsung
oleh pembuat kebijakan,misalnya,bagaimana mereka dapat merangkul para pakar,
praktisi,pensiunan tenaga kependidikan yang berprestasi,dan dunia kerja .
Manfaat dari
fungsionalisme silang sangat berharga bagi sekolah, Lembaga pelatihan, dan
lain-lain. Kelembagaan pelatihan misalnya,dapat melakukan efisiensi keuangan negara
dengan memperkecil jumlah tenaga
fungsional (widyaiswara)dengan
jalan melakukan strategi outsourcing
atau menggunakan tenaga ahli dari luar lembaganya. Selain itu,juga sangat
berarti karena para pelanggan mendapatkan secara cepat apa yang mereka perlukan,untuk
memuaskan pelanggan mereka sendiri .
7. Meelihara Proses
Hubungan Yang Benar
Komunitas sekolah tidak
menyukai hubungan yang saling bermusuhan dan penuh kontroversi,yang bisa
terjadi di dalam sekolah secara murni berpusat pada hasil dan memiliki kultur
yang saling menyalahkan. Sekolah melakukan segala sesuatu yang mereka mampu
lakukan untuk memastikan bahwa keharmonisan bisa dipelihara dengan banyak
menanam investasi dalam pelatihan di bidang keahlian hubungan antar manusia
bagi semua staf sekolah,khususnya bagi kepala sekolah dan pimpinan satuan tugas
tim yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses hubungan antar manusia
berjalan dengan sangat baik.Pengawas sekolah yang telah bergabung dengan
sekolah sangat mungkin menjadi terkejut setelah mengetahui bahwa banyak sekali
waktu yang digunakan oleh sekolah untuk mendidik pimpinan tim di bidang keahlian
hubungan antar manusia.Namun,dengan memastikan bahwa proses dan hubungan antar
manusianya di desain untuk memelihara kepuasan warga sekolah maka investasi
sekolah cepat membuahkan hasil karena komunitas sekolah memiliki loyalitas dan
komitmen.
8.
Mengembangkan
Disiplin Pribadi
Disiplin
pribadi di tempat kerja merupakan sifat alamiah orang-orang yang tergabung
dalam sekolah.Melalui pendidikan, agama,dan norma-norma sosial,mereka
berkeyakinan bahwa menyesuaikan diri dengan sifat alamiah merupakan penguatan kembali
potensi di dalam diri yang menunjukkan dan menjaga keutuhan.Bagaimana pun ini
menuntut pengorbanan pribadi untuk menciptakan suasana harmonis dengan rekan
sekerja di dalam tim dan dengan prinsip utama sekolah sehingga sifat individual
yang penting bisa tetap terjaga,serta bersiap-siap untuk mementingkan sekolah,
tim,dan pemimpin tim sebelum dirinya sendiri dan keluarga. Beberapa pimpinan
institusi pendidikan dapat menumpahkan sifat individual mereka pada
objekrekreasi dan bergabung dengan klub hobi atau fantasi sehingga mereka bisa
membebaskan diri dari ketaatan daan keseragaman dalam kehidupan kerja.Bagi
orang barat,ini merupakan prinsip yang paling sulit untuk diterima, yaitu
ketaatan dan kehilangan jati diri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan
bagi kita .
9. Memberikan Informasi
Pada Semua Karyawan
Salah satu kunci MBSadalah
manajemen partisipatif,yang antara lain berintikan transparansi atau
keterbukaan informasi antar komunitas sekolah. Informasi merupakan hal yang sangat
penting dalam sekolah.Para pemimpin tim kelompok kerja dan para manajer sekolah
mengakui bahwa karyawan tidak bisa diharapkan untuk berpartisipasi melebihi
tugas sehari-hari mereka,misalnya dalam sistem pengendalian mutu, gugus kerja
atau gugus kualitas,tim penyusunan proposal proyek kalau buta mengenai misi,
nilai, produk, kinerja, manusia, dan rencana sekolah. Dengan memberikan
informasi yang penting pada setiap warga sekolah,tantangan perusahaan berubah
menjadi tantangan pribadi. Informasi ini juga merupakan langkah penting untuk
menciptakan kultur berdasarkan pengetahuan.
10. MemberikanWewenang
Kepada Setiap Karyawan
Delegasi tugas dan
tanggung jawab menjadi penting dalam sekolah berbasis MBS. Melalui pelatihan
dalam berbagai keahlian, dorongan semangat,tanggung jawab pengambilan keputusan,akses
pada sumber data dan anggaran,timbal balik,rotasi pekerjaan, dan penghargaan,komunitas
sekolah Kaizen memiliki kekuatan untuk secara nyata memengaruhi urusan diri
mereka sendiri dan urusan sekolah. Saling berbagi kekuasaan dengan cara memberikan
kekuasaan tersebut pada mereka yang sedang bertindak memerlukan keberanian
manajerial. Akan tetapi,dalam sekolah,kepala sekolah dan pemimpin satuan tugas
tertentu mendemonstrasikan keyakinan mereka pada diri sendiridan para anggota
komunitas dengan mendelegasikan tanggung jawab memiliki lebih banyak kekuasaan
dibandingkan dengan mereka yang merasa takut untuk mendelegasikan. Sangat penting
artinya memahami prinsip bahwa kapasitas sekolah dalam menyelaraskan keahlian
yang sudah adadan mempelajari keahlian baru merupakan keunggulan bersaing yang
kuat.
[1] Mohrman, S.A., wohlstetts, and Associate, (1993), School Based
Management
[2] Mohrman, S.A., wohlstetts, and Associate, (1993), School Based
Management
[3] Mohrman, S.A., wohlstetts, and Associate, (1993), School Based
Management
[4]Sotori, Djaman, 1999, manajemen Berbasis Sekolah (school Based
Management), Basic Education Project, Jawa Barat, Bandung.
[5]Sotori, Djaman, 1999, manajemen Berbasis Sekolah (school Based
Management), Basic Education Project, Jawa Barat, Bandung, hlm 9-21.
[6] Prof. Dr. Sudarwan Danim, Visi
Baru Manajemen Sekolah,2008, hlm 20-25.
[7]Prof. Dr. Sudarwan Danim, Visi
Baru Manajemen Sekolah,2008, hlm 163
0 komentar:
Posting Komentar