Welcome

Senin, 03 Maret 2014

Minimnya Kesadaran Literasi

Diposting oleh Unknown di 10.35

            Mayoritas sarjana lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak bisa menulis bahkan para dosennya mayoritas tidak bisa menulis atau tidak mau melakukannya. Rendahnya kemampuan menulis menjadi sebuah realita, sehingga bukan suatu kerahasiaan.
Dalam pandangan saya, bukan karena tidak bisa menulis melainkan karena seseorang itu takut untuk mencobanya. Jika seseorang tidak memiliki keberanian untuk menulis maka tidak akan pernah lahir sebuah karya tulis. Untuk itu, diperlukan keberanian sebagai langkah pertama untuk mencoba melahirkan tulisan.
            Menulis merupakan sebuah keterampilan yang dapat dipelajari oleh siapapun. Oleh karena itu, perlunya mempelajari cara menulis yang baik dan benar sejak dini mungkin karena menulis bukanlah sebuah bakat melainkan, karena memiliki pengetahuan, pengalaman, keberanian serta adanya inspirasi untuk menciptakan tulisan.
Saya tidak sependapat dengan opini yang mengatakan “Selama ini Perguruan Tinggi kita mewajibkan mahasiwa menulis Skripsi, Tesis, dan Disertasi, karena itulah ajang yang jitu untuk mengasah keterampilan menulis, meneliti, dan melaporkannya secara akademik”. Alasan saya, Indonesia seharusnya mengikuti jejak langkah Amerika dengan banyak menulis essay serta mengeluarkan komentar kritis dari dosen dan tidak diharuskan membuat artikel jurnal maupun skripsi, tesis maupun disertasi. Jika hanya mengasah hanya melalui pembuatan Skripsi ataupun Tesis berarti mahasiswa hanya melakukannya sekali sampai dengan tiga kali selama duduk di perkuliahan S1 sampai dengan S3. Itu hanya menjadi solusi alternative daripada selama duduk di perkuliahan mahasiswa tidak pernah melahirkan sebuah tulisan.
            Jika dalam penelitian Krashen (1984), “para penulis produktif dewasa adalah mereka yang sewaktu di SMA banyak membaca karya sastra, berlangganan Koran atau majalah, dan terdapat perpustakaan di rumahnya sehingga perlu pembenahan di tingkat SMA, agar lahirnya penulis produktif”. Pendapat saya, pembenahan itu dilakukan sejak usia dini karena “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di usia dewasa bagai mengukir di atas air”. Jelas adanya perbedaan antara mengukir di atas air dengan mengukir di atas batu, jika seseorang diberikan motivasi sejak kecil maka semangat belajar anak itu masih sangat besar tentunya bisa dilakukan dengan langkah pembenahan tadi yaitu, guru maupun orang tua memberikan motivasi agar anaknya gemar membaca karya sastra baik itu SD, SMP, SMA bahkan yang belum sekolah sekalipun. Jadi tidak hanya di tingkat SMA saja pembenahan itu dilakukan. Kesadaran membaca-menulis (literasi) harus disampaikan oleh guru di sekolah agar terciptanya generasi yang lebih baik lagi. Dengan kesadaran membaca tersebut, otomatis anak akan gemar mengoleksi buku-buku yang ia sukai. Jika sudah menjadi kebiasaan maka anak akan mencintai membaca-menulis (literasi) secara sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Kemudian, anak akan mungkin dapat menjadi penulis produktif dengan adanya pengalaman yang sudah ia lalui, pengetahuan yang telah ia pelajari sejak kecil melalui peran guru maupun dari buku yang pernah ia baca, serta dari kesadarannya dan bentuk inspirasi yang kuat dari jiwa anak.
            Dalam wacana “Powerful Writers versus the Helpless Reader”
         Ketika pembaca mengatakan “saya tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang sama” hal itu menunjukkan kurangnya kepercayaan diri. Sama halnya seperti masalah yang melatar belakangi “Keberanian (Courage)”. Faktor utama yaitu Keberanian. Caranya dengan membangun pendekatan oleh masyarakat agar menyadari arti pentingnya belajar literasi secara terus menerus dan menanamkan keberanian untuk melakukannya,
Saya sangat setuju dengan penulis yang mengatakan “Fenomena penggunaan yang salah yaitu dibelinya buku teks impor untuk mahasiswa Indonesia”.
Bagaimana ingin mengeluarkan buku sebanyak 80 juta per tahun jika membeli bukunya saja di luar negeri dan mahasiswa diasupi pengaruh negative dari buku impor tersebut. Mengapa tidak berusaha untuk mencoba membuatnya terlebih dahulu bisa saja buku yang dihasilkan lebih baik daripada buku impor. Dosen yang tidak bisa menulis, mungkin mereka beranggapan bahwa dosen tidak harus menjadi seorang penulis, tetapi bukankah untuk mencapai gelar kesajarnaan mereka harus membuat tulisan akademik dan melakukan penelitian sebelum mendapatkan gelar tersebut. Jadi, kenapa tidak dikembangkan dengan pengalaman yang telah ada dan bisa mencadi contoh untuk mahasiswanya.
Analisis hasil tes yang diambil oleh mahasiswa Indonesia disajikan oleh Dr. Imam Bagus yaitu “Menunjukkan bukti mengejutkan siswa tidak mampu mengidentifikasi tema utama potongan prosa Indonesia langsung dalam pemeriksaan pilihan ganda”.
Menurut saya, hal ini terjadi karena kurangnya praktek dalam hal pemahaman membaca. Dibutuhkan kesadaran membaca yang tinggi serta dapat mempraktekkannya dalam menjawab soal-soal maupun dalam aktifitas lainnya. Penerapan sistem yang dirancang Paymasters harus sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia. Ada baiknya sebelum menggunakan bahasa Inggris kita harus menguasai dan mempraktekkan bahasa kita sendiri dengan tepat dan benar.

Kesimpulan

Budaya membaca-menulis (literasi) perlu ditanam sejak usia dini tidak harus menunggu di tingakt SMA maupun Perguruan Tinggi. Ditunjang dengan keberanian untuk mencoba menulis dan menciptakan karya tulis sehingga tidak perlu lagi untuk membeli buku impor, karena tidak semua buku yang diasup dari luar itu semuanya baik untuk diambil. Sebelum menggunakan bahasa Inggris kita harus menguasai bahasa Indonesia terlebih dahulu secara benar. Penulis produktif akan lahir jika memiliki empat keterampilan, yakni pengetahuan, keberanian, pengalaman, dan inspirasi.  

Inovasi Menulis


            Pada mata kuliah Writing 4, kembali Mr.Lala Bumela men-share ilmunya kepada mahasiswa-mahasiswi khususnya di kelas PBI-C dalam semester keempat ini. Ada beberapa perbedaan apabila dibandingkan dengan semester sebelumnya, dan ada perubahan dari Writing 4 menjadi Academic Writing. Kemudian, adanya penulisan Real Critical Review dan Proper Example. Keseluruhan dari materi yang akan disampaikan haruslah memiliki cita rasa yang besar “Big Sense”. Selain dari Chapter Review dan Class Review ada penambahan pembuatan Critical Review dan juga pembuatan Appetizer Essay yang menurut kita merupakan hal baru, bahkan baru di dengar pertama kalinya. Jumlah halaman yang harus diselesaikan pada buku Passport pun bertambah dari sebelumnya, diantaranya:
-          Class Review, minimal lima halaman ;
-          Chapter Review tidak kurang dari sepuluh halaman;
-          Critical Review minimal 2500 kata atau sekitar tujuh halaman;
-          3000 kata dalam pembuatan Argumentative Essay;
-          dan Appetizer Essay minimal lima halaman.
Hanya argumentative Essay yang ditulis dalam bahasa Inggris, sedangkan yang lainnya ditulis dalam bahasa Indonesia.
            Ada beberapa buku yang harus dicari, kurang lebih ada 12 daftar buku yang terdapat di dalam silabus Writing 4. Kita harus merasakan bagaimana rasanya pencarian buku yang luar biasa hebat susahnya dan membutuhkan perjuangan dalam menimba ilmu, sama halnya seperti yang dirasakan oleh Mr.Lala Bumela dalam pengalamannya pada saat itu. Itulah salah satu pencarian ilmu serta perjuangannya dalam menimba ilmu. Kita juga dituntut untuk belajar dengan standar tinggi agar memiliki kualitas yang tinggi pula. Tidak harus dituntut sebetulnya belajar adalah tugas kita sebagai seorang pelajar dan agar tidak tertinggal dengan bangsa lain. Standar pembelajaran dengan mutu tinggi dan menghasilkan kualitas yang lebih baik itulah yang kita semua butuhkan.
            Buku yang kita cari hampir setiap buku berbau sistemik linguistic dan didalamnya berisikan materi Academic Writing serta ilmu-ilmu Writing lainnya. Appetizer Essay sendiri merupakan sesuatu yang baru dalam semester empat ini dan memiliki pengertian yaitu, dari kata Appetizer yang berarti selera makan, harus dipicu oleh makna-makna tertentu. Sifatnya seperti Opini Essay yaitu, berisikan Opini besar penulis serta opini kita, setuju atau tidak dengan pemikiran penulis.
Dimensi pengajaran Writing tidak semudah seperti apa yang kita fikirkan. Pendekatan menulis sekarang sudah berevolusi. Dalam komunikasi tulis, terdapat empat unsur yang terlibat yakni:
·         Penulis sebagai penyampai pesan, isi tulisan, media yang berupa tulisan, dan reader sebagai penerima pesan.
            Dengan keterampilan menulis yang baik, seseorang akan dapat menyebarkan pemikirannya, pendapat, pandangan maupun gagasan tentang berbagai macam hal dengan cara yang menarik serta mudah dipahami.
Jika mahir menulis kemungkinan menjadi Effective Teacher

                                                Effective Teacher akan menjadi                     Strong Teacher

                                                                                    Strong Teacher is a reflective teacher.
Itulah criteria dosen yang yang baik yang telah dipaparkan oleh Mr.Lala Bumela.
Semakin kuat daya ingat seseorang tentunya ada ilmu yang mereflesikan.
            Banyak-banyak membaca text berbahasa Indonesia dahulu agar tidak tersesat di text berbahasa Inggris.
Mengenai menulis akademik :
Dalam buku Stephen Bailey menuturkan :
            Menulis akademik diakui sebagai kebutuhan dan fleksibel karena memungkinkan siswa dari berbagai prodi dan tingkatan dapat berlatih aspek-aspek penulisan yang paling penting untuk studi mereka.
            Menulis akademik dibagi menjadi empat bagian. Tahap awal dalam menulis akademik yaitu, memahami judul esai, melalui catatan membuat paraphrase, struktur esai, bukti, membaca.
Bagian kedua berkaitan dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk sebagian jenis tugas, seperti membuat perbandingan, memberikan contoh dan menjelaskan grafik.
Ketiga, akurasi dalam menulis memberikan praktek perbaikan di daerah-daerah yang sering membingungkan seperti menggunakan artikel, pasif atau preposisi.
Keempat, menulis model menawarkan contoh jenis termasuk surat-surat dan survey laporan serta esai.
Dalam buku Bailey juga disebutkan keempat bagian menulis akademik dibagi menjadi 61 units pendek yang mengajarkan keterampilan menulis praktis dan merevisi kesulitan umum setiap unit berisi latihan dan kunci jawaban yang komprehensif diberikan di akhir.






Kesimpulan
            Cita rasa yang besar “Big Sense” harus dimunculkan ketika menulis agar memikat pembaca dengan tulisan yang telah kita tulis.
Pembuatan Critical Review, Appetizer Essay merupakan sesuatu yang baru yang akan dipelajari dalam semester ini berhubungan dengan Academic Writing dan juga tidak luput dengan pencarian buku-buku Writing untuk menunjang pelajaran. Semakin berkembangnya zaman, pendekatan menulis juga semakin berevolusi.

Untuk menjadi Effective Teacher diperlukan kemahiran dalam hal menulis. Effective Teacher akan menghasilkan guru yang kuat (Strong Teacher). Guru yang kuat adalah seorang guru yang reflective. Semakin kuat daya ingat seseorang tentunya ada ilmu yang mereflesikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Saleha's blogger © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor